73 TAHUN GEREJA TORAJA DITENGAH WABAH COVID-19 YANG MELANDA DUNIA

Minggu, 22 Maret 2020
Seorang Kristen di Toraja bangun pagi-pagi. Ia mandi dan mengenakan pakaian yang rapi, mengambil alkitab lalu berangkat ke gedung gereja untuk memimpin kebaktian Sekolah Minggu Gereja Toraja. Kebaktian dimulai tepat jam 7 pagi. Semua berjalan seperti biasa pagi itu. Ia memimpin kebaktian sampai selesai, anak-anak bernyanyi memuji Tuhan, mendengar khotbah lalu bersalam-salaman mengakhiri kebaktian pagi itu. Sebelum anak-anak selesai kebaktian ia bersama Guru Sekolah Minggu yang lainnya sedang mempercakapkan tentang kebaktian pada Minggu berikutnya. Ya, sebelum hari Minggu itu, telah terdengar himbauan untuk tetap berada dirumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah bahkan beribadah dari rumah.
Ia bersama dengan Guru Sekolah Minggu yang lainnya belum mengumumkan kepada anak Sekolah Minggu bahwa kebaktian Minggu berikutnya tidak diadakan di gedung gereja tetapi dirumah masing-masing. Hal ini dikarenakan belum ada himbauan dari Pimpinan Majelis Jemaat untuk melaksanakan ibadah dari rumah. Dua hari kemudian barulah Pimpinan Majelis Jemaat mengeluarkan himbauan untuk melaksanakan ibadah dari rumah.
Pada hari Minggu itu setelah ia memimpin kebaktian Sekolah Minggu ia kembali ke rumahnya, mempersiapkan diri untuk mengikuti ibadah hari Minggu namun tidak digedung gereja, walaupun gereja dimana ia berjemaat masih melaksanakan ibadah digedung gereja.  Ia memilih untuk beribadah dirumah melalui siaran langsung dari Jemaat Rantepao. Dan hari itu merupakan kali pertama ibadah dilaksanakan lewat live streaming berdasarkan penyampaian BPS Gereja Toraja tentang ibadah 22 Maret dan mungkin ibadah-ibadah berikutnya yang akan dilaksanakan dirumah sampai wabah Covid-19 berakhir dan hal ini juga berdasarkan peraturan pemerintah.  Komisi Liturgi dan Musik Gereja Toraja telah mempersiapkan channel untuk menyiarkan ibadah  memfasilitasi anggota Jemaat yang tidak memungkinkan hadir di Gereja karena alasan kesehatan serta keputusan preventif karena meningkatnya eskalasi penyebaran virus corona. Bentuk ibadah ini tidak hendak menggantikan ibadah jemaat, namun sebagai langkah agar Jemaat tetap bisa beribadah dirumah masing-masing ditengah wabah covid-19.
Hari Minggu itu dibeberapa tempat, ibadah sudah tidak dilaksanakan digedung gereja namun beberapa Jemaat tetap melaksanakan ibadah seperti biasa terutama Jemaat dipedesaan.

Tiga hari kemudian 25 Maret 2020 adalah peringatan
Hari Ulang Tahun Gereja Toraja yang ke-73 Tahun.



73 TAHUN GEREJA TORAJA DITENGAH WABAH 
COVID-19 YANG MELANDA DUNIA




Gereja Toraja merupakan hasil pekabaran injil yang dilakukan oleh Gereformeerde Zendingsbond (GZB)  dengan mengutus misionaris, salah satunya ialah Antonie Aris Van De Loosdrecht (1913-1917)  yang mendirikan beberapa sekolah diberbagai tempat dan juga mengadakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.  Kedatangan para zendeling ke Toraja ialah untuk melaksanakan pemberitaan injil kepada masyarakat Toraja dengan berbagai strategi dan metode penginjilan seperti pekabaran injil secara langsung, melalui pendidikan dan juga pekabaran injil dibidang kesehatan. Sebelum kedatangan zendeling ke Toraja, injil telah sampai ke Toraja namun belum berkembang secara luas. Barulah saat kedatangan zendeling mereka mulai menyusun strategi penginjilan kepada masyarakat Toraja.
Setelah melalui proses yang panjang ditandai dengan berdirinya sekolah, adanya layanan kesehatan serta banyak orang Toraja yang dibaptiskan, maka pada tahun 1947 sebuah gereja diorganisasikan dengan nama Gereja Toraja. Ketika pengorganisasian gereja,  berkumpul 35 jemaat dari 18 klasis hasil pekabaran Injil utusan GZB di Rantepao, pada tanggal 25-28 Maret 1947, untuk membahas tentang realisasi rencana GZB membentuk sebuah gereja di daerah pelayanannya itu. Pembentukan gereja berarti pengorganisasian dan kemandirian terhadap GZB. Dalam persidangan yang pertama itulah semua utusan jemaat menerima baik keputusan GZB untuk mendewasakan jemaat-jemaat hasil pekerjaannya di wilayah pelayanannya, yang secara keseluruhannya disebut Tana Toraja.[1] Penamaan Gereja Toraja sendiri kerap kali dipersoalkan bahkan nama “Toraja” hendak diganti, tetapi sampai sekarang nama Gereja Toraja masih tetap kokoh dipertahankan, terutama dengan pemahaman bahwa nama Toraja telah banyak memberi berkat, baik bagi masyarakat Toraja maupun Gereja Toraja sendiri. Nama Toraja itu semakin kuat dipertahankan setelah pengertian Toraja dalam nama Gereja Toraja itu diberi pemahaman yang lebih baik, baik dari segi teologis maupun dari segi sosiologis.
Berdirinya Gereja Toraja tahun 1947 sampai hari ini 2020 ( 73 Tahun), kita melihat karya Tuhan yang luar biasa. Bagaimana pekabaran injil yang pertama dengan berbagai kesulitan didalamnya bahkan sampai pada terbunuhnya zendeling dan beberapa Pendeta, namun sampai hari ini Gereja Toraja terus dipakai Tuhan untuk membritakan kabar baik bagi semua “Darah para martir adalah benih gereja”.  Gereja Toraja saat ini tidak hanya tersebar di Toraja tetapi tersebar diberbagai wilayah di Indonesia dan terus mengalami pertambahan. Saat ini Gereja Toraja beranggotakan 1.084 Jemaat yang terbagi dalam 90 Klasis dan tersebar dalam 17 propinsi di seluruh Indonesia.[2]  Gereja Toraja  terus memberitakan injil kepada semua bahkan terus menjangkau daerah-daerah yang belum menerima injil salah satunya adalah daerah Simbuang.
Tanggal 25 Maret 2020 merupakan HUT Gereja Toraja ke 73 tahun. Gereja Toraja telah memberitakan dan terus memberitakan kabar sukacita itu kepada semua. Namun disaat yang bersamaan peristiwa yang mengkhawatirkan telah terjadi tidak hanya di Indonesia tetap juga hampir diseluruh dunia. Peristiwa Virus Corona telah membuat kehidupan di Indonesia tidak berjalan seperti biasanya. Akibat Virus yang membahayakan nyawa ini, sekolah-sekolah diliburkan, orang-orang bekerja dari rumah, kebijakan pemerintah untuk stay at home diberlakukan tidak hanya itu, kegiatan yang melibatkan banyak orang pun diberhentikan termasuk ibadah harus dilaksanakan dirumah atau secara online.
Sebagai anak bangsa maka Gereja Toraja harus tunduk pada kebijakan pemerintah untuk tidak mengadakan ibadah digedung gereja dalam rangka mencegah penyebaran virus corona. Hal ini tentu membuat Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja melalui Komisi Liturgi dan Musik Gereja Toraja memikirkan bagaimana  warga jemaat tetap beribadah walaupun tidak digedung gereja. Sebelum tahun 2020 perkembangan ilmu teknologi dan komunikasi telah menjadi salah satu alat bagi Gereja Toraja untuk menyampaikan firman kepada jemaat yang dapat diakses melalui Youtube, sehingga untuk pelaksanaan ibadah online tentunya bisa dilaksanakan dengan baik berdasarkan apa yang telah dilakukan sebelumnya.  Komisi Liturgi dan Musik Gereja Toraja bersama dengan Jemaat Rantepao melaksanakan ibadah  live streaming  pertama pada Minggu, 22 Maret 2020 melalui TS Channel , sekitar 4,300 orang dari berbagai jemaat  melaksanakan ibadah lewat media tersebut. Dalam lingkup Gereja Toraja sendiri ibadah tidak hanya melalui TS Channel tetapi beberapa jemaat yang telah memiliki teknologi komunikasi yang memadai juga mengadakan ibadah secara online.
Pelaksanaan ibadah online dilaksanakan dalam rangka mencegah penyebaran virus corona dan dilaksanakan sampai wabah covid-19 berakhri. Bentuk ibadah ini tidak akan pernah menghilangkan hakikat ibadah itu sendiri yakni bersekutu dengan Tuhan. Hal ini memberikan penegasan bahwa Gereja Toraja harus menyampaikan kabar baik kepada semua dalam kondisi apapun.

“Mari Kita dukung dan terus doakan pemerintah kita dalam penanganan covid-19, Tuhan pulihkan bumi kita, Tuhan berkati bangsa-bangsa dimuka bumi ini, Tuhan berkati para medis yang berada di Garga terdepan untuk mengobati mereka dan merawat mereka yang terkena dampak covid-19. Tuhan pulihkan Indonesia negeri Anugerah Tuhan ini, Tuhan memberkati”


           







[1] Institut Teologi Gereja Toraja. Sejarah Gereja Toraja. 2011, hal. 24

[2] https://bps-gerejatoraja.org/ (Diakses 16 April 2020).

Komentar

Postingan Populer