Tantangan Internal, Eksternal, dan Pertahanan Gereja Mula-mula
Tantangan Internal (Tantangan yang muncul dari dalam
gereja)
A.
Tantangan dari
pihak gnostik
Dalam abad-abad sekitar
permulaan Tarikh Masehi, orang sudah biasa mengambil unsur-unsur dari berbagai
agama dan mencampurkannya (Sinkretisme).
Suasana seperti ini secara khusus terdapat di Asia Barat (Mesopotamia,
Siria) dan Mesir. Ada kepercayaan pada takdir yang berkaitan dengan jalannya
bintang-bintang, yang berasal dari Babilonia-kuno. Ada pertentangan antara
terang dan kegelapan dari agama Persia (Zoroaster). Ada gagasan tentang Firdaus
dan tentang pasangan manusia pertama, dari agama Yahudi. Ada pula
wawasan-wawasan dari filsafat Yunani. Setelah munculnya agama Kristen, beberapa
unsur dari agama itu ditampung dalam sinkretisme. Pada pihak lain, sementara
penganut “aliran-aliran kepercayaan” itu berusaha untuk menyebarkan ajaran
mereka di kalangan anggota jemaat Kristen atau malah ada yang menjadi anggota
jemaat. Sampai-sampai diperlukan wibawa seorang rasul untuk memperingatkan
jemaat akan bahaya dari ajaran tersebut (bnd. Kol. 2:8; 2 Tim. 6:20; 1 Yoh.
4:1-3). Rupanya khususnya jemaat-jemaat di Mesir dan di pedalaman Siria yang
pada akhir abad pertama dan dalam abad ke-2 berhasil dipengaruhi oleh suasana
sinkretistis itu.
Sinkretisme dalam abad
ke-2 menghasilkan beberapa aliran keagamaan yang secara bersama disebut
GNOSTIK. Kata “Gnostik” berasal dari Yunani “gnosis” yang artinya pengetahuan. Istilah
“Gnostik” secara kusus di pakai sebagai sebutan bagi beberapa “aliran
keperecayaan” dalam abad ke-2, misalanya aliran valentinus dan aliran Basilides.
Valentinus pernah mencalonkan diri untuk jabatan uskup dalam jemaat Kristen
di Roma. Namun ia di tolak, alasannya
karena para Tokoh-tokoh penganut mazhab-mazhab Gnostik lainya menyatakan
bahwa mereka mempunyai pengetahuan
(“gnosis”) yang lama dan yang lebih tinggi dari pada iman Kristen seperti yang
di anut oleh anggota jemaat biasa. Pokok-pokok utama dalam ajaran Valentinus
ialah: asal dunia, tabiat manusia, dan asal kejahatan.
Penganut-penganut Gnostik
menyusun beberapa kitab “Injil” yakni injil Thomas yang didalamnya terdapat
kata-kata Yesus yang asli. Penganut-penganut Gnostik mengatakan bahwa di dalam
kitab-kitab Injil tersebut, termuat hikmat rahasia yang kata mereka,
dipercayakan oleh Kristus hanya kepada murid-murid-Nya yang paling akrab dan
yang karena itu tidak terdapat dalam injil-injil biasa. Bagi gereja Kristen,
Gnostik merupakan tantangan yang berat. Pada satu pihak, Gnostik membawa ajaran
yang bertolak belakang dengan asas-asas iman Kristen. Pada lain pihak, ia
memakai istilah-istilah Kristen dan rupanya hanya mengembangkan gagasan-gagasan
yang sudah terdapat dalam Alkitab dan dalam Gereja Kristen sendiri. Asas-asas
Gnostik yang berlawanan dengan asas-asas iman Kristen ialah:
Perjanjian Baru
dipisahkan dari Perjanjian Lama dan
maknanya diputarbalikkan.
Allah pencipta tidak sama
dengan Allah Bapa dan Yesus Kristus.
Tidak akan ada kebangkitan daging dan
tidak akan ada dunia yang baru, sebab seluruh materi akan binasa kelak.
Dalam hal kelakuan orang, tekanan
diberikan pada perjuangan lawan tabiat jasmani kita, bukan pada kesejahteraan
sesame kita.
Ada dua segi yang perlu diperhatikan
mengapa gnostik merupakan tantangan yang hebat bagi gereja Kristen pada abad ke
-2, yaitu Organisasi dan Kitab Suci.
a)
Pada masa itu
setiap jemaat masih berdiri sendiri. Para rasul dan pengganti mereka telah
meninggal, dan tidak ada Tokoh-tokoh yang berwibawa seperti mereka. Belum ada
sinode-sinode, belum ada pengakuan iman yang rinci, yang diterima umun dalam
gereja, belum ada pendapat umum yang mantap mengenai batas-batas iman Kristen.
Hubungan antar-jemaat yang ada bersifat kebetulan dan sukarela, oleh karena itu
penolakan terhadap Gnostik hanya bisa terjadi melalui terbentuknya pendapat
umum dalam gereja, dan proses itu makan waktu lama.
b)
Terbentuknya
pendapat umum dalam gereja Kristen melawan Gnostik malah lebih di persulit oleh
faktor lain. Bila dalam perlawanan terhadap Gnostik orang mau naik banding pada
Alkitab, maka lawan mereka langsung melakukan hal yang sama.
B.
Tantangan dari
pihak montanisme
Dalam abad ke-2 penantian
yang tegang akan kedatangan Tuhan sudah agak memudar. Tetapi sekitar tahun 160,
di Asia Kecil pengharapan eskatologis ( yang menyangkut akhir zaman ) itu
kembali berkobar-kobar. Timbullah gerakan Montanisme. Montanisme itu mau
menghidupkan kembali pengharapan lama akan kedatangan Tuhan kembali,
karunia-karunia Roh, dan hukum disiplin gerejawi yang keras.
Orang-orang Kristen sudah
tidak begitu lagi merasakan kerinduan akan kedatangan kembali Tuhan Yesus
seperti pada zaman para rasul. Maka sekitar tahun 160 Roh di Asia timbul gerekan protes. Seorang
yang bernama Montanus menyatakan bahwa didalam dirinya sudah datang Penolong
yang telah dijanjikan oleh Yesus. Isi pernyataan mereka, yang sering
disampaikan dalam bahasa lidah, ialah: “akhir dunia sudah sampai. Janganlah
kawin lagi, berpuasalah banyak, dan tinggalkanlah dunia untuk berkumpul di
Pepuza, karena disana Tuhan akan segera mendirikan Yerusalem yang baru”. Orang
berbondong-bondong datang sesudah menjual segala harta bendanya. Mereka rajin
mencatat pernyataan-pernyataan dari mulut pemimpin-pemimpin mereka dan itu
mereka anggap sama harganya dengan firman PL dan PB.
Gerakan Montaisme juga
ini tersebar dengan luas. Lama sekali gereja tidak tahu bagaimana menilai
gerakan ini. Akhirnya gereja menolaknya. Uskup-uskup tidak dapat mengakui
kekuasaan orang-orang yang menyatakan diri dipenuhi oleh Roh Kudus disamping
kekuasaan mereka sendiri. Gereja yakin bahwa kanon PL dan PB merupakan
penyataan Allah yang lengkap, yang tidak perlu ditambahi penyataan-penyataan
yang baru. Dan gereja tidak mau menjadi bidat yang memencilkan diri dari dunia
dan yang hanya memuat orang-orang yang “suci”. Gerakan Montanis hidup terus
sampai abad ke-4 lalu hilang.
Tantangan
Eksternal (Tantangan yang muncul dari luar gereja)
Walaupun
gereja tidak terdiri dari orang-orang
belaka, dan Montanisme dan gerakan-gerakan lain memprotes hulum tertibnya yang
makin longgar, namun kelakuan orang-orang Kristen cukup mencolok dalam dunia
sekitar. Orang-orang Kristen menghindari semua hal yang justru digemari oleh
orang-orang kafir sezamannya. Perkelahian antara binatang-binatang,
sandiwara-sandiwara dalam teater yang isinya tidak sopan, yang menjadi kesukaan
orang-orang kafir-kafir tetapi tidak digemari oleh orang Kristen. Upacara
kenegaraan dimana kaisar dihormati sebagai seorang dewa, mereka jauhi.
Sebaliknya, orang-orang bukan Kristen tidak boleh ikut serta dalam kebaktian
mereka. Akibatnya orang Kristen suka difitnah.
Pada
saat itu juga muncul anggapan bahwa kaisar merupakan titisan dewa dan harus
disembah. Tetapi orang Kristen tidak mau menyembah kaisar. Hal inilah yang
menjadi latar belakang penganiayaan terhadap orang-orang Kristen. Apabila ada
musibah yang terjadi, misalnya kelaparan atau kebakaran, maka orang Kristen
yang disalahkan. Kemudian mereka didatangi dirumah mereka dan diseret ke
pengadilan gubernur. Mereka diadili dan ditanyai apakah mereka orang Kristen ?
jika mereka mengakuinya maka mereka akan dihukum. Mereka dihukum sama seperti
penjahat-penjahat yang paling jahat: mereka dibekar, disalibkan atau berkelahi
dengan binatang buas.
Dalam
abad ke-2, orang-orang martir yang terkenal seperti Ignatius, Uskup Antiokhia,
Polikarpus, Uskup Smirna, dan lain-lain, disiksa dengan keji. Namun itu tidak
menggetarkan mereka. Malah orang-orang martir itu bergembira dengan penuh
syukur kepada Tuhan karena mereka dipandang layak mendapat bagian dalam
kematian Kristus sendiri. Darah orang-orang martir itu justru menjadi benih
gereja. Banyak orang-orang kafir yang menjadi percaya Kristus sehingga gereja
bertambah besar.
Sekitar tahun 250 jumlah orang Kristen
sudah agak besar. Mereka tersebar diseluruh kekaisaran dan diluar perbatasan,
sampai di Persia dan India. Akan tetapi, pada waktu itu juga sikap negara makin
keras. Kaiasar Decius ingin memperkuat ketahanan negara dengan menggunakan
agama selaku alata yang menggabungkan seluruh penduduk dan meredakan amarah para dewa. Semua orang
harus mempersembahkan korban kepada dewa-dewa. Kalau orang Kristen menolak,
mereka dianggap pengkhianat-pengkhianat. Mereka memilih uskup-uskup sebagai
sasarannya, supaya anggota-anggota jemaat kehilangan pemimpin dan menyerah
saja. Uskup-uskup dari Roma, Antiokhia dan Uskup Kartago, Cyprianus mati
dibunuh sebagai syahid. Akan tetapi ribuan orang Kristen termasuk uskup-uskup
juga mempersembahakan korban kepada dewa-dewa, atau menyogok pegawai-pegawai
supaya mereka diberi surat bukti tanda telah mempersembahkan korban tanpa
benar-benar melakukannya. Sesudah setahun, penghambatan itu pun berhenti.
Gereja berkembang dengan pesat tanpa gangguan.
Namun pada tahun 303, dibawah pemerintahan
Kaisar Diocletianus, mulailah penganiayaan yang lebih hebat. Semua orang
Kristen dipecat dari jabatan pemerintah atau dari tentara. Gedung-gedung geraja
dirusak, Kitab suci dibakar dan sekali lagi para uskup menjadi sasaran.
Tindakan ini bermaksud untuk melumpuhkan gereja. Setelah berlangsung selama
delapan tahun, barulah penghambatan itu berhenti. Pemerintah tidak berhasil
dengan hal itu. Maka, kaisar mewujudkan keutuhan negara dengan mencari dukungan
dari gereja. Setelah berhasil merebut takhta di Roma, maka diumumkanlah bahwa
gereja mendapat kebebasan penuh. Dan milik gereja yang telah dirampas selama
penghambatan harus dikembalikan. Hal itu hanyalah bersifar politik.
Lama-kelamaan gereja mulai dianakmaskan. Negara memberikan banyak uang untuk
mendirikan gedung-gedung geraja, penggantian yang telah dirusakkan dalam
penghambatan yang terakhir. Pada tahun 380 Kaisar Theodosius mengeluarkan
peraturan bahwa segenap rakyat harus menganut agama resmi, yaitu agama Kristen
yang ortodoks. Sesudah tahun itu kuil-kuil dirusak secara besar-besaran dan
agama tradisional lekas hilang.
Berkat dukungan Negara, gereja menjadi
kaya raya dan jumlah orang Kristen menjadi melonjak. Tetapi, banyak orang yang
tidak merasa senang. Mereka ingin tetap memelihara cita-cita lama agama
Kristen, dan oleh sebab itu, mereka menjahui kelompok-kelompok orang Kristen
yang suam, dan pergi hidup menyendiri. Setelah menjadi jelas bahwa pemerintah
memihak pada kaum Kristen, maka berbondong-bondonglah kaum kafir datang meminta
baptisan. Berkat besarnya sumbangan dari Kaisar-kaisar, gereja sempat mendirikan
gedung-gedung yang serba mewah untuk menerima anggota-anggota yang baru.
Orang-orang Kristen bersyukur atas keadaan yang sudah berubah itu. Akan tetapi,
ada juga yang menyayangkan hilangnya semangat yang dulu terdapat dalam gereja.
Dahulu kala, orang berani masuk Kristen walaupun langkah itu membawa penghinaan
dan mungkin kematian. Setelah menjadi Kristen, kehidupan mereka berbeda sekali
dengan tingkah laku orang Kafir. Tetapi sekarang, mereka masuk untuk mencari
hormat dan pangkat, dan bisa hidup seperti sebelumnya. Sifat yang menyangkal
diri, orang-orang berpikir demikian itu menarik diri dari orang banyak yang
menyebut diri Kristen itu. Hal ini tidak berarti bahwa mereka mendirikan bidat:
mereka tidak berselisih paham dengan gereja dalam hal ajaran. Mereka
meninggalkan kota-kota dan desa-desa yang mereka diami dan pergi ke
tempat-tempat sunyi, misalnya ke padang gurun. Di sanalah mereka mencari
kehidupan, berpuasa, berjaga, menjauhi wanita, mengadakan pemenungan yang lama.
Pertahanan Gereja
Mula-mula
Gereja pada saat itu menyepakati 3 asas yang menjadi
“bendungan” terhadap Gnostik dan terhadap aliran-aliran lain. Tiga asas itu
ialah kanon, pengakuan Iman dan uskup. Ajaran gereja yang berdasarkan dengan
ketiga asas itu disebut “ortodoksi” atau “pendapat/ajaran yang benar”.
1. Kanon
Kata Yunani “kanon”
berarti ukuran, patokan, juga daftar. Gereja sudah mempunyai PL sebagai ukuran
bagi kepercayaan dan kehidupan anggota-anggotanya. Disamping itu, ada
karangan-karangan dari murid-murid Tuhan: Injil, surat-surat, dan lain-lain.
Oleh golongan seperti Gnostik di edarkan kitab-kitab yang katanya dikarang oleh
seorang murid Yesus. Gereja perlu menentukan kitab manakah yang boleh dianggap
benar-benar berasal dari murid Tuhan. Keempat kitab Injil yang kita kenal itu
agak mudah mendapat pengakuan umum selaku kitab yang layak menjadi patokan bagi
gereja. Di beberapa daerah, kitab Didakhe masih lama sekali di pandang selaku
kanon; sebaliknya di beberapa daerah lain surat kepada orang Ibrani dan wahyu
Yohanes baru di akui sekitar tahun 700. Tetapi, secara garis besar PB sudah
tersusun pada tahun 200. Begitulah kanon Alkitab terbentuk dalam arti daftar
kitab yang sah. Kitab-kitab yang bersifat Gnostik tidak di terima sehingga
garis batas antara gereja Kristen dan Gnostik menjadi lebih jelas.
2.
Pengakuan iman
Dalam hal ini gereja
memerlukan ikhtisar pokok-pokok kepercayaan yang akan menjadi pegangan bagi
jemaat, agar jangan di ombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin 8pengajaran (Ef
4:14) pengakuan yang tertua hanyalah mengenai Kristus: “Yesus adalah Tuhan (1
Kor 12:3). Tetapi pada zaman PB pun pengakuan ini sudah di perluas, seperti yang
telah nyata dalam Rm 1:3, Flp 2:5-11. Kemudian pengakuan itu berkembang menjadi
pengakuan iman yang lengkap: Pengakuan Iman Rasuli. Gnostik dalam pengakuan
iman ini tidak di sebut-sebut, tetapi cukup jelas bahwa isinya melawan aliran
itu.
3.
Uskup
Kanon dan pengakuan Iman
merupakan pertahanan yang kuat terhadap Gnostik dan aliran-aliran sesat
lainnya. Tetapi, didalam dirinya sendiri tampaknya mereka hanyalah barang mati.
Perlu seorang mengartikan dan menerapkannya. Orang ini adalah sang Uskup.
Uskup-uskup di pandang selaku pengganti rasul-rasul. Mereka ini, menurut
pendapat orang abad ke-2, telah menabiskan seorang menjadi Uskup di setiap
jemaat yang mereka dirikan, dan meneruskan kepadanya ajaran yang diterimanya
dari Kristus sendiri (pewarisan jabatan rasuli). Uskup-uskup itu meneruskan
pula ajaran itu kepada pengganti-pengganti mereka. Begitulah tersusun rangkaian
saksi-saksi kebenaran, uskup-uskup yang dapat di percaya ajarannya, sebab
ajaran itu telah diterimanya, secara tidak langsung dari Kristus sendiri. Mis:
Kristus-Yohanes-Polikarpus-Irenaeus. Dengan demikian ajaran khusus Gnostik dan
setiap bidat lain dapat di bantah dan jemaat mempunyai pegangan yang teguh.
Penahbisan yang harus dilakukan oleh beberapa orang uskup lain, menjamin bahwa
Uskup yang baru itu juga mempunyai warisan rasuli, itu ajaran ang benar.
Daftar Pustaka
Van
Den End, Thomas.Harta Dalam Bejana.2016.Jakarta:BPK
Gunung Mulia
H.
Berkhof, I.H. Enklaar.Sejarah Gereja.2016.Jakarta:BPK
Gunung Mulia
Browning,
W.R.F.Kamus Alkitab.2015.Jakarta:BPK
Gunung Mulia
Komentar
Posting Komentar